KARENA KITA MUSLIM

“Muslim”. Begitulah
Allah menyematkan langsung gelar itu kepada kita. Sesunggunguhnya menjadi
Muslim adalah menjadi sadar tentang di atas apa kita membangun prinsip hidup.
Bukan sekedar soal pilihan bebas beragama apa saja. Hanya bila kita
sebenar-benarnya Muslim, maka kita akan mengerti, betapa menjadi Muslim adalah
menjadi manusia dengan argumentasi hidup yang kokoh, benar, dan bertumpu pada
kejelasan-kejelasan yang pasti. Bebrapa hal berikut, hanya sebagian prinsip
yang menjelaskan itu.
1.
menjadi Msulim, artinya kita bersandar pada pilar-pilar hukum yang kuat.
Dalam hidup ini, kita perlu aturan yang kuat. Kuat dalam
pengertian perspektifnya maupun kesesuainnya. Maka dengan kemusliman kita, kita
bias mendapati aturan, hukum, dan tata tertib yang benar-benar kokoh. Perspektif
hukum dalam Islam menganut keseimbangan antara hubungan secara vertical kepada
Allah, dan hubungan manusia secara horizontal dengan sesame manusia.
Mula-mula dari soal aqidah, ketuhanan. Bahwa bila kita
benar-benar menjadi Muslim, kita akan memiliki tingkat kepuasan yang paripurna
dalam memiliki Tuhan. Sebab, Allah, Dzat yang naman-Nya disebut dalam
Al-Qur’an, bias dikenali dalam upaya pengenalan (ma’rifah) yang dilakukan
manusia. Yang tidak bias dimengerti oleh manusia adalah memikirkan Dzat Allah
secara fisik. Karena itu dilarang. Tetapi apakah Allah, Tuhan seorang muslim
itu tidak jelas ? Bukan, bukan begitu. Tetapi manusia memang tidak akan mampuu
memikirkan-Nya selama manusia masih di dunia. Buktinya kelak bila orang-orang
beriman sudah masuk ke dalam surge, Allah akan menampakan diri-Nya, dan para
penghuni surga pun bias melihat Allah dengan mata kepala mereka.
Jadi, adakah Tuhan yang lebih benar selain Allah? Adakah
hukum aturan yang lebih baik dari aturan Allah. “Apakah mereka mencari hukum jahiliyah, dan adakah yang lebih baik
hukumnya dari Allah?” Hanya bila kita benar-benar Muslim, kita akan
mengerti, betapa indahnya hidup di atas kepastian hukum dan pijakan aqidah yang
kuat. Maka seorang Muslim, semakin ia mengenali agamanya, semain kuat keyakinanya
bukan sebaliknya semakin ragu dan bingung pikirannya. Seorang Muslim, semakin
mengerti akan pijakan-pijakan aturan agamanya, semakin kuat pendiriannya.
2.
Menjadi Muslim, artinya kita punya kepastian prinsip apresiasi dan pembalasan
yang adil
Apresiasi dan
pembalasan yang adil dalam tuntunan kemanusiaan. Meski manusia sendiri sangat
sulit menerapkannya, bahkan pada dirinya sendiri.
Menjadi Muslim artinya kita mengerti bahwa ada apresiasi
dan pembalasan yang sangat adil dalam Islam. Hanya bila kita menjadi seorang
Muslim yang sesungguhnya, kita akan mengerti, betapa kepastian akan pembalasan
itu benar-benar bias dipercaya. “Dan
apa-apa yang kamu persembahkan untuk diri kamu dari amal kebaikan, niscaya kamu
akan mendapati (balasan)nya disisi Allah.”
Maka dengan menjadi Muslim, kita tidak perlu
khawatir akan kehilangan apa yang memang
milik kita. Sebagai mana kita tidak resahatas apa-apa yang memang tidak menjadi
hak kita.
3.
Menjadi Muslim, artinya kita memiliki mekanisme ketentraman yang tidak palsu
Mekanisme
ketentraman kita itu bermula dari cara pandang kita. Dari sisi apa kita melihat
segala warna-warni kehidupan ini. Sesudah itu tentu bergantung kepada tingkat ketahanan kita sendiri. Tapi
apa yang benar-benar membuat kita tentram itu bergantung pada kemusliman kita.
Mekanisme itu ibarat gelasnya, sedang kemusliman itu isinya.
Hanya bila kita bena-benar menjadi seorang Muslim, kita
sadar bahwa kita memang punya rasa senang kepada hiasan dan syahwat dunia. Tetapi
hanya bila kita benar-benar seorang Muslim pula, kita kaan mengerti bahwa
“disisi Allah lah tempat kembali yang baik.
Kakinya mengayun di atas bumi, tanganya melambai di atas
bumi, tapi ia mengerti dari mana sumber ketengan itu diambil. Ia sangat tahu,
dari mana mata air kebahagian itu didapat. Ia selalu mendengar dan menyimpan
tawaran Allah, di dalam lubuk hatinya, meski ia sedang berkerut-kerut menghapal
ilmu dan menggambar peta masa depan di bangku kuliah. Tawaran itu selalu
didengarnya berulang-ulang, “Inginkah aku
kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari semua itu. Untuk orang-orang yang
bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surge yang mengalir
dibawahnya sungai-sungai , mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dikaruniai)
istr-istri yang disucikan serta kerdihaan Allah: Dan Allah Maha Melihat akan
hamba-hamba-Nya.”
4.
Menjadi Muslim, artinya kita menganut prinsip berkarya yang tak pernah ada kata
selesai
Sejauh mana
kepuasan seorang Muslim berkarya? Ketika tepuk tangan di panggung telah
digemuruhkan? Atau ketika puji dan medali kemenangan telah dikalungkan? Bukan
disana kesudahannya.
Hanya bila kita benar-benar Muslim, kita kan mmegerti,
bahwa tidak ada kata selesai untuk berkarya, berderma, beramal, dan menjadi
punya arti. Maka Rasul pun dengan indah mengatakan, “Sebaik-baik manusia,
adalah yang paling banyak bermanfaat untuk manusia.” Paling banyak bermanfaat?
Ya, itu artinya ada jumlah, volume, kapasitas, tingkat efek pelipatgandaannya,
jangkaunnya, populasi orang-orang yang menerima manfaat itu, begitu seterusnya.
Semua ukuran yang mendefinisikan ‘banyak’ pada manfaat yang dberikan seorang
Muslim, tentu saja tidak terbatas. Ia hanya dibatasi oleh kematian atau titik
buntu kemampuan sang Muslim itu untuk bias bermanfaat.
5.
Menjadi Muslim, artinya kita bisa memiliki gairah pembelaan yang berani
Gairah pembelaan adalah sisi lain dari jati diri seorang
Muslim. Seorang Muslim menjaga keyakinan imannya, kesucian kitabnya, keaungan
Rasulnya, menghormati sumpah setianya, menghargai orang-orang shalih
pendahulunya. Ia juga mengerti bagaimana mengelola kecemburuan atas ulah iseng
orang-orang tak bertanggung jawab, atas kehormatan diri dan agamanya.
Pada kondisi tertentu, gairah pembelaan itu pun bias
menjadi sebuah kemarahan, untuk dan demi kemuslimannya. Maka, para lelaki
Palestina yang membela tanah suci Baitul Maqdis dan Masjid Al Aqsa dari penjajh
Israel, adalah orang-orang yang sangat mengerti arti gairah pembelaan. Hanya
orang-orang beriman yang bias menyertai perasaan mereka. Begitpun, orang-orang
Muslim yang masih marah kala Al-Qur’an dinista, adalah mereka yang benar-benar
mengerti betapa dirinya adalah Muslim. Begitu pula , hanya bila kita Muslim,
kita bias meyakini sepenuh hati, bahwa bila pun gairah pembelaan selalu
dibungkam oleh ‘Muslim’ berbulu musang, keyakinan kemusliman itu tak akan
goyah.
Pilar-pilar kejelasan hidup itu pada semua lininya,
bertumpu pada kemusliman kita. Hanya bila kita benar-benar Muslim, kita akan
mengerti dan merasakan semuanya. Dengan sepenuh penerimaan, ketentraman, gairah
pembelaan, bahagia, dan kehendak untuk berkarya tanpa kenal akhir. []
Tarbawi - Karena kita Muslim
Komentar
Posting Komentar