KARENA KITA MUSLIM

Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur’an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu menjadi saksi atas segenap manusia.” (QS. Al Hajj : 78)

“Muslim”. Begitulah Allah menyematkan langsung gelar itu kepada kita. Sesunggunguhnya menjadi Muslim adalah menjadi sadar tentang di atas apa kita membangun prinsip hidup. Bukan sekedar soal pilihan bebas beragama apa saja. Hanya bila kita sebenar-benarnya Muslim, maka kita akan mengerti, betapa menjadi Muslim adalah menjadi manusia dengan argumentasi hidup yang kokoh, benar, dan bertumpu pada kejelasan-kejelasan yang pasti. Bebrapa hal berikut, hanya sebagian prinsip yang menjelaskan itu.

1. menjadi Msulim, artinya kita bersandar pada pilar-pilar hukum yang kuat.

            Dalam hidup ini, kita perlu aturan yang kuat. Kuat dalam pengertian perspektifnya maupun kesesuainnya. Maka dengan kemusliman kita, kita bias mendapati aturan, hukum, dan tata tertib yang benar-benar kokoh. Perspektif hukum dalam Islam menganut keseimbangan antara hubungan secara vertical kepada Allah, dan hubungan manusia secara horizontal dengan sesame manusia.

            Mula-mula dari soal aqidah, ketuhanan. Bahwa bila kita benar-benar menjadi Muslim, kita akan memiliki tingkat kepuasan yang paripurna dalam memiliki Tuhan. Sebab, Allah, Dzat yang naman-Nya disebut dalam Al-Qur’an, bias dikenali dalam upaya pengenalan (ma’rifah) yang dilakukan manusia. Yang tidak bias dimengerti oleh manusia adalah memikirkan Dzat Allah secara fisik. Karena itu dilarang. Tetapi apakah Allah, Tuhan seorang muslim itu tidak jelas ? Bukan, bukan begitu. Tetapi manusia memang tidak akan mampuu memikirkan-Nya selama manusia masih di dunia. Buktinya kelak bila orang-orang beriman sudah masuk ke dalam surge, Allah akan menampakan diri-Nya, dan para penghuni surga pun bias melihat Allah dengan mata kepala mereka.

            Jadi, adakah Tuhan yang lebih benar selain Allah? Adakah hukum aturan yang lebih baik dari aturan Allah. “Apakah mereka mencari hukum jahiliyah, dan adakah yang lebih baik hukumnya dari Allah?” Hanya bila kita benar-benar Muslim, kita akan mengerti, betapa indahnya hidup di atas kepastian hukum dan pijakan aqidah yang kuat. Maka seorang Muslim, semakin ia mengenali agamanya, semain kuat keyakinanya bukan sebaliknya semakin ragu dan bingung pikirannya. Seorang Muslim, semakin mengerti akan pijakan-pijakan aturan agamanya, semakin kuat pendiriannya.

2. Menjadi Muslim, artinya kita punya kepastian prinsip apresiasi dan pembalasan yang adil

            Apresiasi dan pembalasan yang adil dalam tuntunan kemanusiaan. Meski manusia sendiri sangat sulit menerapkannya, bahkan pada dirinya sendiri. 

            Menjadi Muslim artinya kita mengerti bahwa ada apresiasi dan pembalasan yang sangat adil dalam Islam. Hanya bila kita menjadi seorang Muslim yang sesungguhnya, kita akan mengerti, betapa kepastian akan pembalasan itu benar-benar bias dipercaya. “Dan apa-apa yang kamu persembahkan untuk diri kamu dari amal kebaikan, niscaya kamu akan mendapati (balasan)nya disisi Allah.

            Maka dengan menjadi Muslim, kita tidak perlu khawatir  akan kehilangan apa yang memang milik kita. Sebagai mana kita tidak resahatas apa-apa yang memang tidak menjadi hak kita.

3. Menjadi Muslim, artinya kita memiliki mekanisme ketentraman yang tidak palsu

            Mekanisme ketentraman kita itu bermula dari cara pandang kita. Dari sisi apa kita melihat segala warna-warni kehidupan ini. Sesudah itu tentu bergantung  kepada tingkat ketahanan kita sendiri. Tapi apa yang benar-benar membuat kita tentram itu bergantung pada kemusliman kita. Mekanisme itu ibarat gelasnya, sedang kemusliman itu isinya.

            Hanya bila kita bena-benar menjadi seorang Muslim, kita sadar bahwa kita memang punya rasa senang kepada hiasan dan syahwat dunia. Tetapi hanya bila kita benar-benar seorang Muslim pula, kita kaan mengerti bahwa “disisi Allah lah tempat kembali yang baik.

            Kakinya mengayun di atas bumi, tanganya melambai di atas bumi, tapi ia mengerti dari mana sumber ketengan itu diambil. Ia sangat tahu, dari mana mata air kebahagian itu didapat. Ia selalu mendengar dan menyimpan tawaran Allah, di dalam lubuk hatinya, meski ia sedang berkerut-kerut menghapal ilmu dan menggambar peta masa depan di bangku kuliah. Tawaran itu selalu didengarnya berulang-ulang, “Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari semua itu. Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surge yang mengalir dibawahnya sungai-sungai , mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dikaruniai) istr-istri yang disucikan serta kerdihaan Allah: Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.”

4. Menjadi Muslim, artinya kita menganut prinsip berkarya yang tak pernah ada kata selesai

            Sejauh mana kepuasan seorang Muslim berkarya? Ketika tepuk tangan di panggung telah digemuruhkan? Atau ketika puji dan medali kemenangan telah dikalungkan? Bukan disana kesudahannya.

            Hanya bila kita benar-benar Muslim, kita kan mmegerti, bahwa tidak ada kata selesai untuk berkarya, berderma, beramal, dan menjadi punya arti. Maka Rasul pun dengan indah mengatakan, “Sebaik-baik manusia, adalah yang paling banyak bermanfaat untuk manusia.” Paling banyak bermanfaat? Ya, itu artinya ada jumlah, volume, kapasitas, tingkat efek pelipatgandaannya, jangkaunnya, populasi orang-orang yang menerima manfaat itu, begitu seterusnya. Semua ukuran yang mendefinisikan ‘banyak’ pada manfaat yang dberikan seorang Muslim, tentu saja tidak terbatas. Ia hanya dibatasi oleh kematian atau titik buntu kemampuan sang Muslim itu untuk bias bermanfaat.

5. Menjadi Muslim, artinya kita bisa memiliki gairah pembelaan yang berani
            Gairah pembelaan adalah sisi lain dari jati diri seorang Muslim. Seorang Muslim menjaga keyakinan imannya, kesucian kitabnya, keaungan Rasulnya, menghormati sumpah setianya, menghargai orang-orang shalih pendahulunya. Ia juga mengerti bagaimana mengelola kecemburuan atas ulah iseng orang-orang tak bertanggung jawab, atas kehormatan diri dan agamanya.

            Pada kondisi tertentu, gairah pembelaan itu pun bias menjadi sebuah kemarahan, untuk dan demi kemuslimannya. Maka, para lelaki Palestina yang membela tanah suci Baitul Maqdis dan Masjid Al Aqsa dari penjajh Israel, adalah orang-orang yang sangat mengerti arti gairah pembelaan. Hanya orang-orang beriman yang bias menyertai perasaan mereka. Begitpun, orang-orang Muslim yang masih marah kala Al-Qur’an dinista, adalah mereka yang benar-benar mengerti betapa dirinya adalah Muslim. Begitu pula , hanya bila kita Muslim, kita bias meyakini sepenuh hati, bahwa bila pun gairah pembelaan selalu dibungkam oleh ‘Muslim’ berbulu musang, keyakinan kemusliman itu tak akan goyah.


            Pilar-pilar kejelasan hidup itu pada semua lininya, bertumpu pada kemusliman kita. Hanya bila kita benar-benar Muslim, kita akan mengerti dan merasakan semuanya. Dengan sepenuh penerimaan, ketentraman, gairah pembelaan, bahagia, dan kehendak untuk berkarya tanpa kenal akhir. []

Tarbawi - Karena kita Muslim

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prolog Naik Gunung

Kapal Ini Bersadar Juga